Mencintai Pasangan Kita (1).

Pernah suatu ketika saya mendengarkan percakapan antara guru les lukis saya dan seorang nenek berumur 60an yang juga ikut les lukis di sana. Begini kira-kira curhatan nenek tersebut. “Saya punya teman, hubungan dia dan suami tidak lagi harmonis. Bahkan suaminya sudah tidak mau sekamar lagi dengan istrinya karena mengganggu privacy-nya.” Saat itu saya sedang hamil…

Rate this:

Memilih untuk (tidak) selingkuh.

Pernah seorang teman melemparkan sebuah pertanyaan, “jika suami selingkuh terus meminta maaf, bakal kamu maafkan gak?” Jawaban saya kurang lebih seperti ini, “Aku minta cerai. Bagiku selingkuh (apalagi sampai berhubungan intim) bukan hal yang patut dimaafkan. Dalam ranah Islam pun itu termasuk zina. Ketika orang yang sudah menikah berzina, hukumannya lebih sadis dibandingkan yang belum…

Rate this:

Ketika saya ikutan tantrum…

“Some people are nobody’s enemy but their own” – Oliver Twist by Charles Dicken Saya pikir, quotes ini cocok untuk menggambarkan diri saya saat ini. Akhir-akhir ini, saya sedang bertarung dengan diri saya sendiri. Sisi gelap dari diri saya yang telah lama saya coba untuk sembuhkan, muncul kembali ke permukaan. Sisi gelap tersebut setidaknya berimbas…

Rate this:

SAYA BOSAN!

3 hal yang membuat saya bosan akhir-akhir ini:

Saya bosan mendengar orang-orang yang terus-menerus mengeluh atas kebijakan pemerintah yang seperti menindas rakyat.
Saya bosan melihat orang-orang saling sindir-menyindir, caci-mencaci, hujat-menghujat.
Saya bosan melihat drama perpolitikan di negeri ini dengan judul “saya korban” (playing as a victim), merasa seolah-seolah dialah korban sesungguhnya atas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
Saya menemukan orang-orang dengan ketiga kategori di atas di dalam kehidupan sehari-hari saya. Mungkin saya perlu refreshing sedikit karena lingkup pergaulan saya sementara ini hanya berkisar rumah dan sekolah anak. Saya lebih banyak bekerja di rumah di depan laptop. Tapi, timeline FB saya juga penuh dengan tiga kategori di atas. Ini kejadiannya tidak hanya saya temukan di dunia maya (sosial media dan berita tv), tapi juga di dunia nyata. Saya jadi bertanya-tanya, apakah memang dunia pergaulan saya banyak diisi oleh orang-orang seperti itu? Atau memang inilah realita kondisi sosial masyarakat Indonesia sekarang?

Di sini saya tidak mau menambah masalah. Saya mau mencari solusi karena saya bosan seperti yang sudah saya katakan di atas. Saya ingin melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tulisan ini saya buat.

Yuk kita mulai!

Oke, jika memang itu kenyataannya (banyak hal yang membuatmu sakit hati dan memang banyak orang-orang jahat yang mendzalimimu), apakah semua masalah tersebut akan terselesaikan dengan keluh-kesah, hujat-menghujat atau bertindak sebagai kitalah korban yang paling dirugikan?

Big No!

Patut dicatat, mengeluh terus-menerus atau merasa menjadi korban atas penguasa yang zholim tidak akan mengubah hidupmu menjadi lebih baik. Yang mengubah hidupmu, ya dirimu sendiri.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikirmu sendiri, setting ulang otakmu.

The 1st rule of thumb: Whining, complaining or playing as a victim will just make your problems even worse.
Hal kedua, terima kenyataan bahwa kehidupanmu tidak seindah yang ada dipikiranmu atau sesuai harapanmu.

The 2nd rule: This world wouldn’t be as perfect as you wish!
Hal ketiga, temukan kebahagiaanmu sendiri, baru kamu bisa membagi kebahagiaan itu kepada orang lain.

The 3rd rule: Pursuing your own happiness! You won’t get the happiness if you’re just waiting it comes to you.
Sejak memiliki anak, saya mengaplikasikan aturan keselamatan di pesawat terbang dalam kehidupan sehari-hari saya: selamatkan dirimu sendiri dulu, baru kamu bisa selamatkan anakmu.

Lebih jauh lagi, maksud saya, selamatkan diri kita dari pengaruh buruk orang-orang beracun (toxic people). Apa maksudnya orang-orang beracun? Karena mereka bawa racun Baygon? Bukan.

Tapi orang beracun (toxic people) disini adalah orang yang dapat meracuni fungsi otak kita untuk berpikir normal. Mereka beracun karena bisa memenuhi isi otak kita dengan pikiran negatif akibat energi negatif mereka yang mereka sebarkan dan berakibat pada demotivasi bahkan depresi pada diri kita.

Jika kita hidup di lingkungan orang-orang beracun dan mereka adalah orang yang mendominasi di komunitas kita, kita bisa mengalami yang namanya penganiayaan mental (mental abusive). Di dalam dunia psikologi, penganiayaan mental lebih berbahaya dibanding penganiayaan secara fisik.

Apa ciri-ciri orang beracun tersebut? Tiga hal yang sudah saya sebutkan di atas: mengeluh terus-menerus, menghujat tiada henti dan bertindak seolah-olah dialah korban atas kejahatan orang-orang.

Apa yang harus kita lakukan ketika bertemu orang beracun? Idealnya adalah membantu mereka, dengan catatan kalo kita sanggup. Karena membantu orang-orang tersebut keluar dari masalah mereka butuh tenaga, waktu dan kesabaran yang luar biasa. Setidaknya, kita bisa mengingatkan mereka bahwa cara mereka bersikap terhadap masalah kurang tepat. Tapi yang paling sulit adalah ketika mereka sendiri tidak sadar bahwa ketiga sifat negatif tersebut telah menggerogoti mental mereka sehingga mereka tidak mau diberitahu.

Oke, kalo sudah seperti itu, lebih baik pergi jauh-jauh dari mereka daripada hidupmu makin runyam.

Ingat film Zombie? Sekali kamu digigit zombie, kamu bakalan jadi zombie juga. Jadi, berhati-hatilah dengan orang-orang beracun di sekitar kita!

Terakhir dan tak kalah penting, jika kamu merasa ditindas oleh penguasa yang dzolim, ingat satu hal: kekuasaan yang jahat hanya bisa dikalahkan dengan kekuasaan yang baik. Bingung ya? Maksud saya, tekadkan dirimu untuk berubah jadi lebih baik dan proyeksikan dirimu (atau keturunanmu nanti) menjadi penguasa yang baik sehingga sistem yang kamu anggap bobrok itu bisa diganti dengan sistem yang lebih baik.

Berita pahit namun fakta: suara kamu akan didengar oleh dunia jika kamu berkuasa, jika hanya jadi rakyat jelata atau bawahan, mau gak mau harus ikut aturan yang berkuasa.

Do it! You have to work harder to change your own life. In the end, you’ll deserve for a better life and you can change other lives too.
Tapi, kembali lagi ke poin awal, yang bisa mengubah nasib kita ya kita sendiri. Jika kita terus-terusan mengeluh, hujat-menghujat dan bahkan merasa kita korbannya, jangan harap dunia serta merta seindah surga.

——-

*Tulisan ini adalah puncak dari kekesalan saya melihat anak saya pagi-pagi sebelum dia berangkat sekolah diberikan tontonan yang tidak layak untuk anak seumuran dia. Tontonan apa? Berita penangkapan orang berinisial NF dan ketidakadilan penegakan hukum.

Kenapa saya kesal? Karena saya tidak suka ada seseorang yang mencekoki anak saya dengan isu perpolitikan. Itu belum menjadi dunianya dan dia belum siap untuk itu. Jangan salahkan jika anak saya bertanya: itu apa, ini apa? Memang begitulah anak-anak, penuh rasa ingin tahu. Tapi, otak anak-anak belum siap menerima informasi yang rumit.

Sebagai orang dewasa, kita yang harus menyaring informasi-informasi apa yang patut diterima untuk anak-anak. Sebelum menyampaikan suatu informasi kepada anak, tanyakan dulu pada diri kita sendiri? Patutkah berita seperti ini dicerna oleh otak polos seorang anak kecil umur 3 tahun?

Rate this: